Nama : Kiki Rizky Laila Winarto
Nim : 1001132364
Mata Kuliah : Pemikiran Politik Timur
Kelas : B
I. Pendahuluan
Di Cina, pemerintah dan filsafat memiliki hubungan yang erat. Sebagian filsuf Cina yang telah dibahas sebelumnya memegang suatu jabatan pemerintahan, dan sebagian yang tidak, menaruh perhatian yang sangat besar pada cara penyelenggaraan pemerintahan.
Dalam tulisan kali ini akan membahas mengenai pengaruh filsafat politik Cina terhadap Negara dengan fokusnya mengenai Otoriterisme Hsun Tzu, Otoriterisme kaum legalis, pengaruh elektisisme pada dinasti Han serta Buddhisme dan Neo Confucianisme.
II. Isi
II.1. Otoriterisme Hsun Tzu
Hsun Tzu dianggap menyebarkan ajaran confucianisme dengan sistem otoriter yang didalamnya segena kebenaran dijabarkan dari kata-kata manusia yang bijaksana. Tetapi maksud baik yang ingin disebarkan Hsun Tzu malah dianggap terlalu baik dan menimbulkan kerugian besar. Pada masa hidup Hsun Tzu pelapisan serta bahkan organisasi masyarakat mengalami kerusakan besar.karena dia merasa kuatir mengenai kenyataan bahwa manusia menginginkankekuasaan serta memiliki manusia-manusia lain, dan ia menganjurkan agar li dipakai sebagai sarana pelurus,menurut Hsun Tzu, li diciptakan oleh manusia-manusia bijaksana,namun bukan sesuatu yang diciptakan secara asal-asalan atau semaunya. Hsun Tzu secara diam-diam berpendapat bahwa manusia yang bijaksana menjadi baik karena upaya mereka sendiri,tanpa bantuan orang lain.
Selain merupakan filsuf, Hsun Tzu juga merupakan seorang ahli seni perang Tiongkok pada tahun 2500 SM. Ia memiliki buku seni perang yang terdiri dari 13 bab dimana tiga bab pertama membahas mengenai falsafah perang dan tiga bab berikutnya membahas mengenai teori siasat serta sisanya membicarakan berbagai faktor.
Pada saat revolusi, teori perang Hsun Tzu ini digunakan oleh Ketua Partai Komunis Cina (PKC) yang bernama Mao Tze Tung untuk melawan reaksioner di bawah kepemimpinan Chiang Kai Sek. Pada saat itu digunakanlah taktik gerilya mengepung kota dan dukungan luas rakyat kelas bawah.
Pada 1 Oktober1949, kemenangan tersebut diumumkan di depan gerbang Gapura Kota Terlarang, Beijing.
II.2. Otoriterisme Kaum Legalis
Filsafat legalisme dalam arti yang sangat luas merupakan filsafat kontrarevolusi yang berupaya mempertahankan kekuasaan sah penguasa terhadap tuntutan yang semakin keras yang menyatakan bahwa adanya pemerintah itu untuk rakyat, bukan untuk penguasa, dan pemerintahan manapun yang tidak dapat memuaskan rakyat harus dikutuk.
Para penganut legalisme menyatakan bahwa mereka adalah pembaharu-pembaharu yang berani, yang memaklumkan suatu ajaran baru bagi jaman baru. Bagi mereka, para penganut Confucianisme dan moisme adalah pengikut tradisionalisme yang ketinggalan jaman. Para penganut Legalisme tidaklah salah sepenuhnya jika mereka menyatakan bahwa mereka adalah pembaharu karena memang mereka memiliki metode-metode yang baru. Mereka berupaya untuk memecah keluarga besar yang merupakan lembaga yang sudah berabad-abad usianya. Mereka juga menganjurkan kepemilikan pribadi atas tanah serta mereka juga mendukung pemerintahan terpusat yang kuat, yang dalam menjalankan fungsinya menggunakan aturan-aturan hukum yang tetap dan tegas. Hal-hal tersebut adalah hal yang baru pada masa itu.
II.3. Pengaruh Elektisisme pada Dinasti Han
Pada 206 SM dinasti Qin mengalami kehancuran dan runtuh dalam sebuah pergolakan disebabkan kekejaman dan kelalaian. Pada puncak pemberontakan tersebut kaisar kedua dinasti Qin melakukan aksi bunuh diri pada 207 SM hingga pada akhirnya kaisar terakhir Qin menyerah pada Liu Bang, pemimpin pemberontak kaum tani.
Penguasa-penguasa awal Dinasti Han segera mengambil langkah untuk mengonsolidasikan kekuasaan politik dan memulihkan perekonomian. Confusianisme pada awal kepemimpinan Dinasti Han tidak murni karena telah masuk beberapa perubahan-perubahan dengan menyerap banyak ide dari tradisi masa lalu dan dari aliran pemikiran lain serta diintegrasikan menjadi doktrin-doktrinnya. Dalam kenyataannya pada masa berkuasanya Dinasti Han bangsawan berkedudukan tinggi menghukum penganiyaan budak dan keadaan yang memustahilkan keraguan bahwa sebagian besar hal ini adalah penerapan prinsip confucianisme. Sudah pasti sebagian besar kemenangan Legalisme ialah karena penyelenggaraan pemerintahan negara yang bersifat legalistic. Dalam teori menteri dipilih berdasarkan prinsip confucianisme berdasarkan pengetahuan dan kebajikan yang dimilkinya. Pernyataan bahwa sistem politik Dinasti Han berdasarkan Confucianisme menyebabkan anggapan bahwa confucianisme adalah suatu sistem tradisional yang picik, ritualisme tanpa makna dan pengabdian yang hina kepada kekuasaan yang lain.
II.4. Buddhisme dan Neo Confucianisme
Buddhisme adalah agama dengan filsafat metafisis yang sangat kompleks. Sekitar awal Tarikh masehi, Buddihisme tersebar ke Cina dari India. Pada mulanya Sang Buddha dipandang sebagai makhluk ajaib. Bagi sejumlah orang Cina ini berarti suatu pandangan hidup baru, dan bagi segenap bangsa Cina ini berarti bahwa untuk selanjutnya dunia akan dipandangnya secara baru dan alam semesta akan dipahamkan sebagai sesuatu yang sangat berbeda disbanding pemahaman yang ada sampai masa itu. Selama kurang lebih seribu tahun alam pikiran Cina untuk sebagaian besar dikuasai oleh Buddhisme ini.
Ada sebuah karya Mo Tzu yang mengatakan bahwa di zamannya Buddhisme di Cina tidak begitu diperhatikan oleh orang0orang beradab serta para sarjana di istana. Itulah sebabnya ia menulis sebuah buku untuk memberikan penjelasan mengenai Buddhisme dan untuk membelanya.
Dalam alam pikitan Cina Taoisme dan Buddhisme saling berhubungan. Banyak istilah Taoisme dipakai dalam penerjemahan kitan-kitab suci Buddhisme. Selain itu banyak orang Cina yang memprlajari Buddhisme dan Taoisme secara bersamaan.
Perkembangan Buddhaisme cukup menonjol,seperti pada kuil-kuil confucianisme terdapat patung Confucius,cantrik-cantrinya serta tokoh lain yang susunannya serupa dengan susunan patung di kuil Buddhisme dan hal ini dipandangn bukan hanya menjadi kebetulan semata.Buddhisme bukan hanya menawarkan ajaran mengenai kelahiran kembali bagi orang yang bertawakal,tetapi juga siksaan yang akan diterima oleh orang-orang jahat,yang dikenal dengan penyucian diri. Selain itu daya tarik dari Buddhisme,penganutnya berjiwa lapang.
Tahun 960 – 1279 timbul yang lazim disebut dengan Neo-Confucianisme,yang menunjukan bahwa confucianisme dapat memberikan apapun yang diberikan Buddhisme bahkan lebih dari itu. Ada banyak ragam yang berkembang mengenai Neo-Confucianisme,ada dua mazhabnya yang terkenal dengan pemimpinnya Chu Shi (th.1130- th.1200) dan Lu Hsiang (th.1139- th. 1193).
Pada zaman Neo Confucianisme menggabungkan prinsip-prinsip Confucianisme dalam bentuk baru dicampur dengan Buddhisme. Reisans dari Confucianisme adalah reaksi langsung terhadap lama berlaku Taoisme filosofis sejak akhir Dinasti Han dan kekuatan Buddhisme selama waktu pembagian Utara-Selatan dan awal Dinasti Tang. Dinasti Tang tidak hanya melihat posisi mereka sendiri sebagai penasihat Negara terancam punah, namun ia juga takut akan pengaruh agama asing Buddhisme pemerintahan Cina dan tradisi sosial.
III. Simpulan
Filsafat politik Cina mempunyai pengaruh yang besar terhadap Negara. Terbukti dengan pemaparan diatas seperti:
· Hsun Tzu dengan bukunya mengenai seni dalam berperang sangat berguna bagi Partai Komunis Cina dalam perang melawan kaum reaksioner.
· Pada zaman Neo Confucianisme menggabungkan prinsip-prinsip Confucianisme dalam bentuk baru dicampur dengan Buddhisme.
· Para penganut legalisme menyatakan bahwa mereka adalah pembaharu-pembaharu yang berani, yang memaklumkan suatu ajaran baru bagi jaman baru.
· Para penganut legalisme membawa pembaharuan-pembaharuan seperti salah satunya berupaya untuk memecah keluarga besar yang merupakan lembaga yang sudah berabad-abad usianya. Pada zaman Neo Confucianisme ini prinsip-prinsip Confucianisme digabungkan dalam bentuk baru dicampur dengan Buddhisme.
· Pada masa Neo Confucianisme posisi Dinasti Tang sebagai penasihat Negara terancam punah dikarenakan pengaruh agama asing Buddhisme di pemerintahan Cina dan tradisi sosial.
Referensi
Creel, H. G. 1989. Chinese Thought from Confucius to Mao tse-Tung. Penerjemah Soejono Soemargono. Alam Pemikiran Cina. Yogyakarta: PT Tiara Wacana
No comments:
Post a Comment