I. Pendahuluan
Filsafat hindu memiliki nilai-nilai yang amat luhur, mulia, khas dan sistematis yang didasarkan oleh pengalaman spiritual mistis. Filsafat hindu ini memiliki enam sistem yang disebut dengan sad dasarna. Sad dasarna ini merupakan sarana pengajaran yang benar atau enam cara pembuktian kebenaran. Keenam sistem tersebut meliputi:
1. Nyaya, ajarannya ditekankan pada aspek logika.
2. Waisasika, ajaran tentang pengetahuan yang dapat menuntun seseorang untuk merealisasikan sang diri.
3. Samkhya, ajaran tentang proses perkembangan dan terjadinya alam semesta.
4. Yoga, pengendalian jasmani dan pikiran untuk mencapai Samadhi.
5. Mimamsapelaksanaan ritual dan susila menurut konsep weda.
6. Wedanta, ini merupakan puncak filsafat hindu. Penekanan ajarannya ialah pada hubungan Atama dengan Brahma dan tentang kelepasan.
Filsafat Hindu (dasarna) merupakan proses rasionalisasi dari agama dan merupakan bagian intergral dari agama Hindu yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Dasarna muncul dari sikap manusia yang selalu ingin tahu apa jawaban dari permasalahan yang bersifat transenden, dan yang menjadi titik awalnya ialah kelahiran dan kematian.
II. Isi
II.1. Konsep Masyarakat
Dalam Hinduisme terdapat ajaran Catur Warna yang merupakan pembagian tugas dalam masyarakat yang terdiri dari empat bidang yaitu Brahmana, Ksatria, Wesya, dan Sudra. Ini biasa kita kenal dengan sebutan kasta. Berikut penjelasannya:
1. Brahmana
Kasta brahmana dalam kehidupan sehari-hari bertugas mengantarkan upacara keagamaan, mendalami ajaran Hindu, serta melakukan pembinaan kerohanian kepada umat Hindu. Para Sulinggih, Pirandita dan guru agama Hindu merupakan tergolong ke dalam kasta Brahmana.
2. Ksatria
Golongan ini merupakan golongan masyarakat yang bertugas melindungi masyarakat serta menjalankan roda kepemerintahan.
3. Wesya
Golongan ini merupakan kelompok masyarakat yang memiliki tugas untuk mengendalikan roda perekonomian. Misalnya padagang, pengusaha, dan sebagainya.
4. Sudra
Kasta Sudra merupakan golongan terakhir dalam Catur Warna yang memiliki tugas untuk melayani ketiga golongan di atasnya.
Jika dilihat secara sepintas, pembagian kasta seperti ini dapat dianggap telah mengkotak-kotakkan manusia dengan Sudra di tingkat paling bawah sebagai kaum pelayan. Namun Catur Warna ini sejatinya adalah empat warna atau fungsi yang melekat pada diri seseorang dan mesti menjalankan keempatnya dengan sebaik-baiknya.
Namun meskipun begitu pada perkembangannya dalam masyarakat, Catur Warna ini tetap saja diartikan sebagai pengkotakan atau pengkastaan masyarakat. Sehingga terdapat diferensiasi sosial di dalam masyarakat. Bahkan kasta yang rendah tidak diperkenankan bersentuhan dengan kasta yang lebih tinggi. Hal ini sebenarnya sangat bertolak belakang dengan sejatinya Hinduisme yang mengutamakan kesejahteraan bersama dan keadilan terhadapseluruh umat sebagai cita-citanya.
Selain itu, masyarakat Hindu juga mengenal dan mempercayai berlakunya karma dan reinkarnasi. Mitologi Hindu mengenal adanya empat belas dunia selain bumi. Tujuh dunia berada di atas, dan tujuhnya lagi berada di bawah. Dunia-dunia tersebut merupakan persinggahan sementara bagi jiwa-jiwa yang telah mati. Setelah mencapai dunia yang sesuai dengan perbuatan semasa hidup (karma)., jiwa akan dilahirkan kembali (reinkarnasi). Maka, semasa hidup umat hindu haruslah berbuat kebaikan.
II.2. Konsep Keadilan
Jika hanya dengan berkaca dari pengimplementasian dari Catur Warna tanpa memahami betul makna sebenarnya, tentu kita berpendapat bahwa Hinduisme merupakan ajaran yang kurang adil bagi masyarakat terutama masyarakat golongan rendahan seperti Sudra. Namun Hinduisme bukanlah ajaran yang demikian sebenarnya.
Pada dasarnya Hinduisme sangatlah menginginkan keadilan sosial dalam masyarakat sebagai cita-cita yang terdapat di dalam konsep loksamgraha. Di dalam konsep loksamgraha ini terkandung kesetiakawanan dan rela berkorban demi kepentingan orang lain yang kurang beruntung. Keselamatan pribadi bukanlah satu-satunya tujuan, tetapi kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat hindu, adalah sama pentingnya bahkan jauh lebih penting.
Jadi masyarakat Hindu semestinya adalah masyarakat yang sangat solid dimana kesetiakawanan sangat dijunjung tinggi. Oleh sebab itu sangat penting untuk memahami dan mengaplikasikan dengan benar makna dari konsep loksamgraha. Untuk mencapai loksamgraha ini, masyarakat haruslah dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai syarat mutlak.
Masyarakat hindu yang sejahtera adalah merupakan jumlah total dari individu dan keluarga Hindu yang sejahtera. Untuk menciptakan kesejahteraannya setiap pemeluk agama Hindu haruslah berusaha melalui karma ataupun tindakannya sendiri. Ini merupakan bukti bahwa sesungguhnya dalam Hinduisme kepentingan bersama benar-benar dijunjung tinggi dan sangat diutamakan di atas kepentingan pribadi serta tidak membenarkan adanya diferensiasi sosial.
III. Simpulan
Catur Warna sejatinya bukanlah bermaksud membeda-bedakan masyarakat seperti yang selama ini dipikirkan. Sebenarnya Brahmana, Ksatria, Wesya dan Sudra haruslah ada dan melekat dalam diri tiap-tiap individu Hindu dalam kehidupannya sebagai umat Hindu. Jadi tidak benar bahwa golongan paling bawah merupakan rendahan. Sesungguhnya Hinduisme mengajarkan umatnya untuk saling tolong-menolong dan memegang teguh sikap kesetiakawanan untuk mencapai cita-citanya yaitu kesejahteraan dan keadilan sosial dimana kepentingan bersama adalah di atas kepentingan pribadi.
Ada baiknya pemahaman mengenai konsep loksamgraha lebih di pahami lagi bagi tiap-tiap umat Hindu agar dapat memahami benar makna-makna yang terkandung di dalamnya sehingga tidak ada lagi diferensiasi sosial yang terjadi.
No comments:
Post a Comment