LOVE . LIVE . LAUGH

Sunday, November 20, 2011

Asas Filosofis Pemikiran Politik Cina

Nama                   : Kiki Rizky Laila Winarto                             
Nim                      : 1001132364
Mata Kuliah        : Pemikiran Politik Timur
Kelas                    : B

Pendahuluan
Confucius merupakan sesorang yang berpengaruh terhadap sejarah manusia dengan dukungan pembawaan kepribadiannya serta kecerdasannya, pemikiran-pemikirannya dan juga hasil-hasil karyanya. Sama halnya dengan Mo Tzu yang pada awalnya belajar dari penganut Confucianisme. Namun Mo Tzu akhirnya Confucius keluar dari ajaran Confucianisme karena dalam beberapa hal Mo Tzu dan Conficius berbeda pandangan.

Pemikiran Confucius tentang Kebahagiaan Manusia
Confucius lahir di Negara kecil Lu (sekarang disebut Shantung) pada tahun 551 SM. Beliau hidup dalam keserhanaan dan harus menafkahi dirinya sendiri dengan pekerjaan-pekerjaan yang kebanyakan bersifat perbudakan yang membuatnya mengerti akan kesengsaraan yang dialami oleh rakyat sehingga membuatnya prihatin. Confucius merasa bahwa susunan dunia telah rusak sehingga perlu dilakukan perubahan secara besar-besaran.
Selain mengenal kaum rakyat, Confucius juga mengenal kaum ningrat. Ia pernah berkata: “Kiranya sulit untuk mengharapkan sesuatu dari orang-orang yang sepanjang hari menjejali mulutnya dengan makanan, sementara itu sama sekali tidak pernah menggunakan otaknya. Bahkan penjudi sekalipun mengerjakan sesuatu, dan dalam ukuran tersebut ia lebih baik dibanding mereka yang kerjanya hanya duduk ongkang-ongkang.”
Confucius bukanlah seorang yang menganut pasifisme. Baginya ada masa-masa yang mengharuskan digunakannya kekerasan oleh manusia-manusia yang bermoral untuk mencegah mereka serta dunia diperbudak oleh orang-orang yang berpandangan bahwa kekerasan adalah jalan satu-satunya untuk menyelesaikan masalah dan satu-satunya cara pendukung niatan. Ia berkata: “Bila dalam hati saya merasa bersalah, saya niscaya merasa takut walaupun lawan yang saya hadapi adalah adalah orang-orang yang paling lemah. Tetapi jika hatiku sendiri mengatakan saya benar, maka saya akan tetap maju walaupun menghadapi ribuan atau bahnkan puluhan ribu orang.”
Hasil dari pengamatan Confucius yang paling penting mengenai manusia ialah bahwa semua manusia itu sama. Setiap manusia menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya walaupun mereka berbeda-beda dalam mendefinisikan kebahagiaan itu. Ia berpendapat bahwa manusia seharusnya sejauh mungkin memperoleh apa yang didambakannya
Kebahagiaan merupakan kebaikan. Setiap orang bekerja untuk kebahagiaan bersama, maka akan didapati suatu keadaan yang memungkinkan untuk menciptakan kebahagiaan dibandingkan dengan keadaan-keadaan lain. Confucius pernah mengeluarkan suatu gagasan mengenai hal ini yaitu: “manusia bajik dalam arti kata yang sebenarnya apabila hendak mengukuhkan kedudukan orang lain, apabila hendak memperoleh hasil, maka akan berusaha membantu orang lain agar orang tersebut memperoleh hasil. Jalan kebajikan sejati ialah menemukan prinsip perilaku terhadap orang-orang lain dalam keinginan hati kita sendiri.”

Pemikiran Mo Tzu tentang Ketertiban dan Perdamaian
Mo Tzu diperkirakan lahir pada tahun 480 SM. Ia lahir di berasal dari keturunan yang relative rendah, sama seperti Confucius.
Awalnya Mo  Tzu belajar dari orang-orang yang menyebarkan ajaran-ajaran Confucius. Namun pada akhirnya ia berpendapat bahwa Confucianisme yang diterapkan pada masa hidupnya tidak menyentuh akar kesukaran-kesukaran yang menyebabkan rakyat hidup sengsara.
Namun disisi lain sebenarnya Mo Tzu sependapat dengan Confucius yang menghendaki agar para penguasa turun-temurun menyerahkan penyelenggaraan pemerintahan mereka kepada orang bajik dan cakap.
Selain itu Mo Tzu juga sepaham dengan confucianisme mengenai menyesalkan adanya perang. Menurutnya peperangan untuk meperebutkan Negara-negara kecil oleh Negara-negara besar adalah hal yang sangat buruk.
Menurut Mo Tzu ada cara untuk menangani perang yaitu berusaha untuk menghimbau para penguasa Negara bahwa perang tidak menghasilkan keuntungan. Mo Tzu berpendapat bahwa perang bersifat destruktif bagi si pemenang maupun bagi pihak yang kalah. Dunia tidak dapat dikalahkan dengan pedang melainkan hanya dengan kebajikan, keadilan, dan sikap saling percaya, yang menyebabkan manusia jujur, tulus, patuh dan bekerjasama dengan penguasa dan dengan sesama manusia demi kebaikan bagi semuanya.
Mo Tzu pernah berkata: “Andai kata setiap orang di dunia mengamalkan kasih semesta, sehingga setiap orang mengasihi setiap orang lain sebagaimana ia mengasihi diri sendiri. Apakah dengan cara demikian masih ada yang tidak menjalankan kebaktian anak? Jika setiap orang menghormati bapaknya, kakaknya serta penguasanya seperti halnya ia menghormati dirinya sendiri, maka kepada siapakah ia tidak menjalankan kebaktian? … Secara demikian apakah mungkin ada pencuri serta perampok? Apabila setiap orang memandang rumah orang lain seperti rumahnya sendiri, maka siapakah yang mencuri? … Apakah bangsawan akan saling bersengketa? Apakah Negara-negara akan saling menyerang? … Jika setiap orang mengamalkan kasih semesta…maka dunia akan menikmati perdamaian dan ketertiban.”
Ada dua cara yang disebutkan Mo Tzu untuk menjadikan rakyat mengamalkan kasih semesta yaitu, pertama mereka harus digalakkan serta didorong oleh penguasa untuk mengamalkan kasih semesta. Kedua, mereka harus diberi pengertian bahwa mengamalkan kasih semesta itu sangatlah berguna demi diri mereka sendiri.
Simpulan
·         Baik Confucius maupun Mo Tzu, keduanya sama-sama menghendaki kebahagiaan, perdamaian dan ketertiban manusia.
·         Confucius sama halnya dengan Mo Tzu yang menyesalkan adanya perang merebutkan Negara-negara kecil oleh Negara-negara besar karena perang adalah hal terburuk.
·         Menurut Confucius, kunci untuk mencapai kebahagiaan manusia adalah kebaikan.
·         Menurut Mo Tzu, kunci untuk mencapai perdamaian dan ketertiban ialah pengamalan kasih semesta.

Referensi
Creel, H. G. 1989. Chinese Thought from Confucius to Mao tse-Tung. Penerjemah Soejono Soemargono. Alam Pemikiran Cina. Yogyakarta: PT Tiara Wacana

Tuesday, November 15, 2011

PENGARUH FILSAFAT POLITIK CINA TERHADAP NEGARA

Nama                          : Kiki Rizky Laila Winarto
Nim                             : 1001132364
Mata Kuliah              : Pemikiran Politik Timur
Kelas                           : B

I. Pendahuluan
Di Cina, pemerintah dan filsafat memiliki hubungan yang erat. Sebagian filsuf Cina yang telah dibahas sebelumnya memegang suatu jabatan pemerintahan, dan sebagian yang tidak, menaruh perhatian yang sangat besar pada cara penyelenggaraan pemerintahan.
Dalam tulisan kali ini akan membahas mengenai pengaruh filsafat politik Cina terhadap Negara dengan fokusnya mengenai Otoriterisme Hsun Tzu, Otoriterisme kaum legalis, pengaruh elektisisme pada dinasti Han serta Buddhisme dan Neo Confucianisme.

II. Isi
II.1. Otoriterisme Hsun Tzu
Hsun Tzu dianggap menyebarkan ajaran confucianisme dengan sistem otoriter yang didalamnya segena kebenaran dijabarkan dari kata-kata manusia yang bijaksana. Tetapi maksud baik yang ingin disebarkan Hsun Tzu malah dianggap terlalu baik dan menimbulkan kerugian besar. Pada masa hidup Hsun Tzu pelapisan serta bahkan organisasi masyarakat mengalami kerusakan besar.karena dia merasa kuatir mengenai kenyataan bahwa manusia menginginkankekuasaan serta memiliki manusia-manusia lain, dan ia menganjurkan agar li dipakai sebagai sarana pelurus,menurut Hsun Tzu, li diciptakan oleh manusia-manusia bijaksana,namun bukan sesuatu yang diciptakan secara asal-asalan atau semaunya. Hsun Tzu secara diam-diam berpendapat bahwa manusia yang bijaksana menjadi baik karena upaya mereka sendiri,tanpa bantuan orang lain.
Selain merupakan filsuf, Hsun Tzu juga merupakan seorang ahli seni perang Tiongkok pada tahun 2500 SM. Ia memiliki buku seni perang yang terdiri dari 13 bab dimana tiga bab pertama membahas mengenai falsafah perang dan tiga bab berikutnya membahas mengenai teori siasat serta sisanya membicarakan berbagai faktor.
Pada saat revolusi, teori perang Hsun Tzu ini digunakan oleh Ketua Partai Komunis Cina (PKC) yang bernama Mao Tze Tung untuk melawan reaksioner di bawah kepemimpinan Chiang Kai Sek. Pada saat itu digunakanlah taktik gerilya mengepung kota dan dukungan luas rakyat kelas bawah.
Pada 1 Oktober1949, kemenangan tersebut diumumkan di depan gerbang Gapura Kota Terlarang, Beijing.

II.2. Otoriterisme Kaum Legalis
Filsafat legalisme dalam arti yang sangat luas merupakan filsafat kontrarevolusi yang berupaya mempertahankan kekuasaan sah penguasa terhadap tuntutan yang semakin keras yang menyatakan bahwa adanya pemerintah itu untuk rakyat, bukan untuk penguasa, dan pemerintahan manapun yang tidak dapat memuaskan rakyat harus dikutuk.
Para penganut legalisme menyatakan bahwa mereka adalah pembaharu-pembaharu yang berani, yang memaklumkan suatu ajaran baru bagi jaman baru. Bagi mereka, para penganut Confucianisme dan moisme adalah pengikut tradisionalisme yang ketinggalan jaman. Para penganut Legalisme tidaklah salah sepenuhnya jika mereka menyatakan bahwa mereka adalah pembaharu  karena memang mereka memiliki metode-metode yang baru. Mereka berupaya untuk memecah keluarga besar  yang merupakan lembaga yang sudah berabad-abad usianya. Mereka juga menganjurkan kepemilikan pribadi atas tanah serta mereka juga mendukung pemerintahan terpusat yang kuat, yang dalam menjalankan fungsinya menggunakan aturan-aturan hukum yang tetap dan tegas. Hal-hal tersebut adalah hal yang baru pada masa itu.

II.3. Pengaruh Elektisisme pada Dinasti Han
Pada 206 SM dinasti Qin mengalami kehancuran dan runtuh dalam sebuah pergolakan disebabkan kekejaman dan kelalaian. Pada puncak pemberontakan tersebut kaisar kedua dinasti Qin melakukan aksi bunuh diri pada 207 SM hingga pada akhirnya kaisar terakhir Qin menyerah pada Liu Bang, pemimpin pemberontak kaum tani.
Penguasa-penguasa awal Dinasti Han segera mengambil langkah untuk mengonsolidasikan kekuasaan politik dan memulihkan perekonomian.  Confusianisme pada awal kepemimpinan Dinasti Han tidak murni karena telah masuk beberapa perubahan-perubahan dengan menyerap banyak ide dari tradisi masa lalu dan dari aliran pemikiran lain serta diintegrasikan menjadi doktrin-doktrinnya. Dalam kenyataannya pada masa berkuasanya Dinasti Han bangsawan berkedudukan tinggi menghukum penganiyaan budak dan keadaan yang memustahilkan keraguan bahwa sebagian besar hal ini adalah penerapan prinsip confucianisme. Sudah pasti sebagian besar kemenangan Legalisme ialah karena penyelenggaraan pemerintahan negara yang bersifat legalistic. Dalam teori menteri dipilih berdasarkan prinsip confucianisme berdasarkan pengetahuan dan kebajikan yang dimilkinya. Pernyataan bahwa sistem politik Dinasti Han berdasarkan Confucianisme menyebabkan anggapan bahwa confucianisme adalah suatu sistem tradisional yang picik, ritualisme tanpa makna dan pengabdian yang hina kepada kekuasaan yang lain.

II.4. Buddhisme dan Neo Confucianisme
Buddhisme adalah agama dengan filsafat metafisis yang sangat kompleks. Sekitar awal Tarikh masehi, Buddihisme tersebar ke Cina dari India. Pada mulanya Sang Buddha dipandang sebagai makhluk ajaib. Bagi sejumlah orang Cina ini berarti suatu pandangan hidup baru, dan bagi segenap bangsa Cina ini berarti bahwa untuk selanjutnya dunia akan dipandangnya secara baru dan alam semesta akan dipahamkan sebagai sesuatu yang sangat berbeda disbanding pemahaman yang ada sampai masa itu. Selama kurang lebih seribu tahun alam pikiran Cina untuk sebagaian besar dikuasai oleh Buddhisme ini.
Ada sebuah karya Mo Tzu yang mengatakan bahwa di zamannya Buddhisme di Cina tidak begitu diperhatikan oleh orang0orang beradab serta para sarjana di istana. Itulah sebabnya ia menulis sebuah buku untuk memberikan penjelasan mengenai Buddhisme dan untuk membelanya.
Dalam alam pikitan Cina Taoisme dan Buddhisme saling berhubungan. Banyak istilah Taoisme dipakai dalam penerjemahan kitan-kitab suci Buddhisme. Selain itu banyak orang Cina yang memprlajari Buddhisme dan Taoisme secara bersamaan.
Perkembangan Buddhaisme cukup menonjol,seperti pada kuil-kuil confucianisme terdapat patung Confucius,cantrik-cantrinya serta tokoh lain yang susunannya serupa dengan susunan patung di kuil Buddhisme dan hal ini dipandangn bukan hanya menjadi kebetulan semata.Buddhisme bukan hanya menawarkan ajaran mengenai kelahiran kembali bagi orang yang bertawakal,tetapi juga siksaan yang akan diterima oleh orang-orang jahat,yang dikenal dengan penyucian diri. Selain itu daya tarik dari Buddhisme,penganutnya berjiwa lapang.
Tahun 960 – 1279 timbul yang lazim disebut dengan Neo-Confucianisme,yang menunjukan bahwa confucianisme dapat memberikan apapun yang diberikan Buddhisme bahkan lebih dari itu. Ada banyak ragam yang berkembang mengenai Neo-Confucianisme,ada dua mazhabnya yang terkenal dengan pemimpinnya Chu Shi (th.1130- th.1200) dan Lu Hsiang (th.1139- th. 1193).
Pada zaman Neo Confucianisme menggabungkan prinsip-prinsip Confucianisme dalam bentuk baru dicampur dengan Buddhisme. Reisans dari Confucianisme adalah reaksi langsung terhadap lama berlaku Taoisme filosofis sejak akhir Dinasti Han dan kekuatan Buddhisme selama waktu pembagian Utara-Selatan dan awal Dinasti Tang. Dinasti Tang tidak hanya melihat posisi mereka sendiri sebagai penasihat Negara terancam punah, namun ia juga takut akan pengaruh agama asing Buddhisme pemerintahan Cina dan tradisi sosial.

III. Simpulan
Filsafat politik Cina mempunyai pengaruh yang besar terhadap Negara. Terbukti dengan pemaparan diatas seperti:
·         Hsun Tzu dengan bukunya mengenai seni dalam berperang sangat berguna bagi Partai Komunis Cina dalam perang melawan kaum reaksioner.
·         Pada zaman Neo Confucianisme menggabungkan prinsip-prinsip Confucianisme dalam bentuk baru dicampur dengan Buddhisme.
·         Para penganut legalisme menyatakan bahwa mereka adalah pembaharu-pembaharu yang berani, yang memaklumkan suatu ajaran baru bagi jaman baru.
·         Para penganut legalisme membawa pembaharuan-pembaharuan seperti salah satunya berupaya untuk memecah keluarga besar  yang merupakan lembaga yang sudah berabad-abad usianya. Pada zaman Neo Confucianisme ini prinsip-prinsip Confucianisme digabungkan dalam bentuk baru dicampur dengan Buddhisme.
·         Pada masa Neo Confucianisme  posisi Dinasti Tang sebagai penasihat Negara terancam punah dikarenakan pengaruh agama asing Buddhisme di pemerintahan Cina dan tradisi sosial.

Referensi
Creel, H. G. 1989. Chinese Thought from Confucius to Mao tse-Tung. Penerjemah Soejono Soemargono. Alam Pemikiran Cina. Yogyakarta: PT Tiara Wacana


ASAS FILOSOFIS HINDUISME

I.                   Pendahuluan
Filsafat hindu memiliki nilai-nilai yang amat luhur, mulia, khas dan sistematis yang didasarkan oleh pengalaman spiritual mistis. Filsafat hindu ini memiliki enam sistem yang disebut dengan sad dasarna. Sad dasarna ini merupakan sarana pengajaran yang benar atau enam cara pembuktian kebenaran. Keenam sistem tersebut meliputi:
1.      Nyaya, ajarannya ditekankan pada aspek logika.
2.      Waisasika, ajaran tentang pengetahuan yang dapat menuntun seseorang untuk merealisasikan sang diri.
3.      Samkhya, ajaran tentang proses perkembangan dan terjadinya alam semesta.
4.      Yoga, pengendalian jasmani dan pikiran untuk mencapai Samadhi.
5.      Mimamsapelaksanaan ritual dan susila menurut konsep weda.
6.      Wedanta, ini merupakan puncak filsafat hindu. Penekanan ajarannya ialah pada hubungan Atama dengan Brahma dan tentang kelepasan.
Filsafat Hindu (dasarna) merupakan proses rasionalisasi dari agama dan merupakan bagian intergral dari agama Hindu yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Dasarna muncul dari sikap manusia yang selalu ingin tahu apa jawaban dari permasalahan yang bersifat transenden, dan yang menjadi titik awalnya ialah kelahiran dan kematian.
II.                Isi
II.1. Konsep Masyarakat
Dalam Hinduisme terdapat ajaran Catur Warna yang merupakan pembagian tugas dalam masyarakat yang terdiri dari empat bidang yaitu Brahmana, Ksatria, Wesya, dan Sudra. Ini biasa kita kenal dengan sebutan kasta. Berikut penjelasannya:
1.      Brahmana
Kasta brahmana dalam kehidupan sehari-hari bertugas mengantarkan upacara keagamaan, mendalami ajaran Hindu, serta melakukan pembinaan kerohanian kepada umat Hindu. Para Sulinggih, Pirandita dan guru agama Hindu merupakan tergolong ke dalam kasta Brahmana.
2.      Ksatria
Golongan ini merupakan golongan masyarakat yang bertugas melindungi masyarakat serta menjalankan roda kepemerintahan.
3.      Wesya
Golongan ini merupakan kelompok masyarakat yang memiliki tugas untuk mengendalikan roda perekonomian. Misalnya padagang, pengusaha, dan sebagainya.
4.      Sudra
Kasta Sudra merupakan golongan terakhir dalam Catur Warna yang memiliki tugas untuk melayani ketiga golongan di atasnya.
Jika dilihat secara sepintas, pembagian kasta seperti ini dapat dianggap telah mengkotak-kotakkan manusia dengan Sudra di tingkat paling bawah sebagai kaum pelayan. Namun Catur Warna ini sejatinya adalah empat warna atau fungsi yang melekat pada diri seseorang dan mesti menjalankan keempatnya dengan sebaik-baiknya.
Namun meskipun begitu pada perkembangannya dalam masyarakat, Catur Warna ini tetap saja diartikan sebagai pengkotakan atau pengkastaan masyarakat. Sehingga terdapat diferensiasi sosial di dalam masyarakat. Bahkan kasta yang rendah tidak diperkenankan bersentuhan dengan kasta yang lebih tinggi. Hal ini sebenarnya sangat bertolak belakang dengan sejatinya Hinduisme yang mengutamakan kesejahteraan bersama dan keadilan terhadapseluruh umat sebagai cita-citanya.
Selain itu, masyarakat Hindu juga mengenal dan mempercayai berlakunya karma dan reinkarnasi. Mitologi Hindu mengenal adanya empat belas dunia selain bumi. Tujuh dunia berada di atas, dan tujuhnya lagi berada di bawah. Dunia-dunia tersebut merupakan persinggahan sementara bagi jiwa-jiwa yang telah mati. Setelah mencapai dunia yang sesuai dengan perbuatan semasa hidup (karma)., jiwa akan dilahirkan kembali (reinkarnasi). Maka, semasa hidup umat hindu haruslah berbuat kebaikan.
II.2. Konsep Keadilan
Jika hanya dengan berkaca dari pengimplementasian dari Catur Warna tanpa memahami betul makna sebenarnya, tentu kita berpendapat bahwa Hinduisme merupakan ajaran yang kurang adil bagi masyarakat terutama masyarakat golongan rendahan seperti Sudra. Namun Hinduisme bukanlah ajaran yang demikian sebenarnya.
Pada dasarnya Hinduisme sangatlah menginginkan keadilan sosial dalam masyarakat sebagai cita-cita yang terdapat di dalam konsep loksamgraha. Di dalam konsep loksamgraha ini terkandung kesetiakawanan dan rela berkorban demi kepentingan orang lain yang kurang beruntung. Keselamatan pribadi bukanlah satu-satunya tujuan, tetapi kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat hindu, adalah sama pentingnya bahkan jauh lebih penting.
Jadi masyarakat Hindu semestinya adalah masyarakat yang sangat solid dimana kesetiakawanan sangat dijunjung tinggi. Oleh sebab itu sangat penting untuk memahami dan mengaplikasikan dengan benar makna dari konsep loksamgraha. Untuk mencapai loksamgraha ini, masyarakat haruslah dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai syarat mutlak.
Masyarakat hindu yang sejahtera adalah merupakan jumlah total dari individu dan keluarga Hindu yang sejahtera. Untuk menciptakan kesejahteraannya setiap pemeluk agama Hindu haruslah berusaha melalui karma ataupun tindakannya sendiri. Ini merupakan bukti bahwa sesungguhnya dalam Hinduisme kepentingan bersama benar-benar dijunjung tinggi dan sangat diutamakan di atas kepentingan pribadi serta tidak membenarkan adanya diferensiasi sosial.
III.             Simpulan
Catur Warna sejatinya bukanlah bermaksud membeda-bedakan masyarakat seperti yang selama ini dipikirkan. Sebenarnya Brahmana, Ksatria, Wesya dan Sudra haruslah ada dan melekat dalam diri tiap-tiap individu Hindu dalam kehidupannya sebagai umat Hindu. Jadi tidak benar bahwa golongan paling bawah merupakan rendahan. Sesungguhnya Hinduisme mengajarkan umatnya untuk saling tolong-menolong dan memegang teguh sikap kesetiakawanan untuk mencapai cita-citanya yaitu kesejahteraan dan keadilan sosial dimana kepentingan bersama adalah di atas kepentingan pribadi.
Ada baiknya pemahaman mengenai konsep loksamgraha lebih di pahami lagi bagi tiap-tiap umat Hindu agar dapat memahami benar makna-makna yang terkandung di dalamnya sehingga tidak ada lagi diferensiasi sosial yang terjadi.

Wednesday, November 9, 2011

BERBAGAI PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL

Nama: Kiki Rizky Laila Winarto
Nim: 1001132364
Mata Kuliah: Pengantar Ilmu Hubungan Internasional
Kelas: A

Pendahuluan
Seperti yang kita ketahui, secara sederhana pengertian perspektif adalah sudut pandang atau bagaimana cara kita memandang suatu hal. Maka mengenai perspektif dalam hubungan internasional dapatlah kita artikan sebagai sudut pandang yang dipakai untuk memahami fenomena-fenomena atau masalah-masalah dan lain-lain yang termasuk ke dalam ruang lingkup kajian hubungan internasional.
Persperktif dalam hubungan internasional sepanjang abad ini memperlihatkan adanya pengaruh Perang Dunia I, Perang Dunia II dan Perang Dingin. Perspektif ini kemudian lahir dalam konteksnya masing-masing sehingga kita dapat melihat bahwa ada beberapa perspektif yang sudah ketinggalan namun ada juga perspektif yang masih bisa eksis dalam masa Perang Dingin.
Perspektif Idealis
Immanuel Kant, Woodrow Wilson, Betrand Russel, Carter, Clinton, Gorbachev, merupakan tokoh-tokoh perspektif idealis. Menurut sudut pandang paham ini, negara-negara saling bekerja sama dalam berbagai organisasi internasional untuk mencapai berbagai tujuan global dan kemanusiaan.
Para idealis berkeyakinan bahwa :
Pada dasarnya manusia itu baik. Oleh karena itulah manusia mampu saling membantu dan bekerja sama.
Perhatian fundamental manusia terhadap perang memungkinkan terjadinya kemajuan. Pendapat ini seperti keyakinan kaum Pencerahan tentang kemungkinan perbaikan peradaban.
Perilaku buruk manusia adalah produk. Yang jahat itu bukanlah manusia melainkan lembaganya yang buruk serta pengaturan structural yang mendorong manusia untuk berkelakuan egois, merusak, bahkan perang.
Perang dapat dihindarkan dengan cara menghapuskan lembaga yang memotivasinya.
Perang adalah masalah internasional yang memerlukan usaha kolektif atau multilateral dan bukannya usaha nasional saja.
Masyarakat internasional harus mengakui usaha untuk menghapus institusi yang mendorong terjadinya perang.
Mengenai pelaksanaan politik luar negri dalam paham ini bersifat: Multilateralis, internasionalis, liberalis, humanis, legalitas, oralitas, dan demokrasi.
Perspektif Realisme
Perspektif Realisme lahir dari kegagalan membendung Perang Dunia I dan II dan semakin kuat setelah Perang Dunia II, terutama di Amerika Serikat.
Beberapa tokoh yang terkenal dalam perspektif ini ialah Machiavelli, Stalin, Bush, Hegel, Han Morgenthau, Waltz, Kenneth N, Reagen, E. H Carr, dan Thatcher.
Pandangan-pandangan yang menjadi fondasi aliran ini tidaklah sejalan atau bertolak belakang dengan para penganut sudut pandang idealisme. Realisme berkeyakinan bahwa manusia itu jahat, berambisi untuk berkuasa, berperang dan tidak mau kerja sama.
Menurut sudut pandang realisme sifat dasar dalam suatu sistem internasional adalah anarki, kompetitif, konflik, dan kerjasama hanya dibangun untuk kepentingan jangka pendek. Dalam hal ini ketertiban serta kestabilan hubungan internasional hanya akan dicapai melalui distribusi kekuatan.
Perspektif Behavioralis
Perspektif behavioralis atau perilaku sangat mempengaruhi pendekatan terhadap teori dan logika serta metode penelitian dalam hubungan internasional. Behavioralisme dalam hubungan internasional merupakan bagian dari gerakan besar yang menyebar dalam ilmu-ilmu sosial secara umum.
Bevioralisme ini juga sering disebut dengan pendekatan ilmiah. Menurut kaum behavioralis, ilmu adalah aktivitas membuat generalisasi. Oleh sebab itu tujuan penelitian ilmiah adalah menemukan pola-pola perilaku antar negara dan penyebab-penyebabnya.
Bertolak dari perspektif ini sebuah teori hubungan internasional harus berisi pernyataan hubungan antar dua atau lebih variabel, khusus untuk kondisi dimana hubungan berlangsung dan menjelaskan mengapa hubungan itu bisa berlangsung.
Para penganut paham ini juga menekankan perlunya mengumpulkan data mengenai karakteristik negara dan bagaimana berhubungan satu sama lain. Oleh sebab itulah gerakan behavoralis ini diwarani dengan studi kuantitatif hubungan internasional.
Perspektif Strukturalis
Sama halnya dengan realis, strukturalisme menekankan konflik sebagai proses utama dalam hubungan internasional. Dalam strukturalisme, karakter hubungan internasional yang sangat dibentuk oleh struktur perekonomian dunia yang kapitalis atau sistem dunia yang kapitalis. Mengenai politik internasional ditentukan oleh faktor-faktor ekonomi.
Negara, perusahaan multinasional dan transnasional, serta kelas-kelas sosial dan transnasional merupakan aktor utama menurut perspektif strukturalis ini dimana negara lebih mencerminkan kepentingan kelas-kelas dominan dibbandingkan keberadaan ‘kepentingan nasional’ yang murni.
Empat asumsi perspektif strukturalis:
Karakteristik manusia tidak bersifat tetap dan esensial.
Subjek-subjek dapat diklasifikasikan kedalam berbagai kelompok yang dapat diidentifikasi yang mempunyai keepentingan moral.
Mengesampingkan kepercayaan moral dari mereka yang menggunakannya sebagai teori penjelasan.
Tidak memisahkan dengan jelas antara nasional dengan internasional.
Perspektif Pluralis
Ernst Haas, James N. Rosenau merupakan beberapa tokoh dalam perspektif pluralis. Menurut sudut pandang kaum pluralis, hubungan internasional tidak hanya terbatas pada hubungan antara negara saja tetapi juga merupakan hubungan antara individu dan kelompok kepentingan dimana negara tidak selalu berperan menjadi aktor utama dan aktor tunggal. Berikut adalah beberapa asumsi pluralisme:
Aktor non-negara memiliki peran yang sangat penting dalam politik internasional
Negara bukanlah aktor tunggal, sebab aktor selain negara juga memegang peranan yang sangat penting..
Negara bukan aktor rasional.
Berbagai masalah tidak terpaku pada power semata.
Kaum pluralis berpendapat bahwa kesempatan untuk mengkontruksi atau membangun hubungan baik antara unit-unit yang interdependen yakni meliputi pembuatan seperangkat aturan, prosedur, dan institusi yang terasosiasi atau organisasi internasional untuk mengatur interaksi dalam area-area isu adalah hal yang sangat bagus.
Simpulan
Setelah penjelasan di atas dapat diambil beberapa poin penting diantaranya:
Perspektif dalam hubungan internasional maksudnya adalah sudut pandang yang dijadikan pegangan dalam menelaah masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang terjadi dalam ruang lingkup kajian hubungan internasional.
Setiap perspektif tentu saja memiliki asumsi yang berbeda namun ada juga kesamaan didalamnya.
Beberapa perspektif di atas sama-sama menyetujui bahwa negara merupakan aktor penting dalam hubungan internasional meskipun ada beberapa yang mengatakan bahwa negara bukanlah aktor utama. Tapi tetap saja negara memegang peran penting.
Seperti menurut pandangan para pluralis yang mengatakan bahwa negara bukanlah aktor tunggal dalam hubungan internasional.
Selain negara, aktor non-negara seperti individu, kelompok kepentingan dan sebagainya juga tidak kalah penting peranannya dalam hubungan internasional.

Referensi
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Wednesday, November 2, 2011

Sumber dan Subyek Hukum Internasional


Nama                     : Kiki Rizky Laila Winarto
Nim                                    :1001132364
Mata Kuliah           : Hukum Internasional
Kelas                       : A


Sumber hukum internasional menurut pasal 38 ayat 1 statuta mahkamah internasional, yaitu:
1.      Kebiasaan Internasional
Kebiasaan internasional yaitu perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam suatu hal yang sama sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dianggap melanggar hukum. Viner’s Abrigement mengemukakan:
“Kebiasaan, sebagai mana dimaksud oleh hukum, adalah suatu adat istiadat yang telah memproleh kekuatan hukum.”
2.      Perjanjian Internasional
Merupakan suatu perjanjian yang dilakukan antara subyek-subyek hukum internasional yang menimbulkan hak dan kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional.
3.      Prinsip-prinsip Hukum
Yaitu kaidah hukum yang telah diakui secara umum dan telah dianut atau berlaku sejak lama (teruji dipraktekkan) dan dimana saja dalam pergaulan internasional dan dalam hukum nasional.
4.      Keputusan Pengadilan
Merupakan pendapat para ahli sarjana hukum yang telah diakui kepakarannya (doktrin). Menurut Marshall C.J: “Keputusan-keputusan pengadilan setiap menunjukkan bagaimana hukum internasional, dalam hal-hal tertentu, dimengerti di Negara-negara tersebut, dan yang akan dipertimbangkan dalam penggunaan kaidah hukum yang harus berlaku di Negara ini.”

Mengenai subyek hukum internasional ada banyak penulis yang berpendapat bahwa Negara adalah satu-satunya subyek hukum internasional. Istilah subyek hukum  internasional dapat berarti pemegang hak dan kewajiban menurut hukum internasional atau bisa juga pemegang privilege procedural untuk mengajukan tuntutan di hadapan pengadilan internasional.

Referensi

Starke J.G., 1992. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: Sinar Grafika

Kelsen, Hans., 2006. Teori Umum tentang Hukum dan Negara. Bandung: PT. Nusa Media


Teori-Teori dalam Komunikasi dan Kaitannya dengan Politik


Nama                          : Kiki Rizky Laila Winarto
Nim                             : 1001132364
Mata Kuliah              : Komunikasi Politik
Kelas                           : A


Media massa memiliki peranan penting dalam dalam proses politik. Ia merupakan tokoh sentral dalam aktivitas politik. Bahkan menurut Lichtenberg, media merupakan aktor utama yang dapat membuat karier politik seseorang menjadi cemerlang.
Melalui media massa kita dapat mengetahui aktivitas para politisi entah itu mengenai visi dan misinya atau pemikiran-pemikirannya, kewibawaan dan kebijaksanaannya, maupun bagaimana fisiknya. Media berisi banyak informasi dan pendapat tentang politik.
Ada beberapa teori komunikasi yang berkaitan erat dengan politik dan dapat dijadikan acuan untuk melihat kekuatan ataupun kelemahan media dalam memersuasi masyarakat dalam hubungannya dengan aktivitas politik.
Teori Jarum Suntik
Teori jarum suntik berpendapat bahwa khalayak tidak mempunyai kekuatan sedikitpun untuk menolak berita atau informasi setelah ditembakkan melelui media. Khalayak seperti terbius melalui jarum suntik sehingga tidak mempunyai alternatif untuk menentukan pilihan lain kecuali yang disiarkan oleh media.
Teori Kepala Batu
Teori kepala batu memiliki pemahaman bahwa dalam diri individu terdapat suatu kemampuan untuk menyeleksi apa saja yang berasal dai luar dan tidak direspon begitu saja. Teori kepala batu ini tidak sepaham dengan teori jarum suntik karena menurut teori kepala batu, khalayak berhak memilih informasi yang mereka butuhkan dan yang tidak.

Teori Kegunaan dan Kepuasan
Teori kegunaan dan kepuasan berhubungan dengan konsumen tetntang cara mereka menggunakan media untuk mencari informasi yang mereka butuhkan. Teori ini banyak digunakan oleh para politisi.
Politisi menjadikan media mata dan hati untuk mengetahui apa yang terjadi di masyarakat, serta menjadikan media sebagai pengganti partai untuk menghubungakan dengan partai pendukung atau konstituennya.
Teori Lingkar Kesunyian
Teori ini berkaitan dengan kekuatan media yang bisa membuat opini publik, tetapi dibalik itu ada opini yang bersifat laten berkembang di tingkat bawah yang tersembunyi karena tidak sejalan dengan opini public mayoritas yang bersifat manifes. Opini yang tersembunyi inilah yang disebut dengan opini yang berada di dalam lingkar kesunyian.
Contohnya, seperti perpolitikan di era orde baru yakni masa kepemimpinan Soeharto yang otoriter dimana masyarakat tidak dapat mengemukakan pendapat secara terang-terangan. Pada saat itu sebenarnya ada banyak sekali opini public yang berkembang di tingkat bawah. Namunopini tersebut tidak bisa diangkat karena bertentangan dengan opini mayoritas di tingkat atas. Akhirnya ini mengakibatkan ada banyak humor politik yang berkembang di kalangan masyarakat yang tidak bisa di publikasikan dalam media massa. Contohnya istilah Tosiba yang merupakan pelesetan dari Tommy, Sigit, dan Bambang.
Teori Penanaman
Teori penanaman disini maksudnya adalah teori yang menggambarkan kekuatan media yang menanamkan sesuatu berita seperti di televisi atau radio dan sebagainya kepada masyarakat sehingga hal itu mempengaruhi sikap atau perilaku mereka.
Contohnya, seperti yang kita ketahui berita-berita televisi di Indonesia kerap sekali menyiarkan berita mengenai keadaan Kota Ambon yang rusuh. Hal ini mempengaruhi sikap dan perilaku penonton yang menjadi takut berkunjung ke kota tersebut karena menganggap kota tersebut tidak aman padahal tidak seluruhnya seperti itu.
Kaitannya dengan politik ialah, media memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap masyarakatnya. Sehingga apa yang ditayangkan di media baik itu cetak maupun elektronik sangatlah tertanam dan menjiwai masyarakat tersebut. Kenyataan ini tidaklah luput dari pandangan para politisi yang ingin merebut perhatian masyarakat. Misalnya saja partai poltik. Partai yang paling banyak muncul di televisi, Koran, radio dan sebagainya  diasosiasikan sebagai partai besar dan berpengaruh.
Teori Agenda Setting
Menurut Teori Agenda Setting, media memberikan pengaruh yang amat besar terhadap khalayak dalam pemilihan presiden melalui penayangan berita, isu, citra, maupun penampilan kandidat itu sendiri. Dalam menonjolkan isu, citra, dan karakteristik tertentu kandidat, media ikut serta memberikan sumbangan yang signifikan dalam membentuk pola pikir publik dalam pengambilan keputusan dalam memilih kandidat.
Media tidak hanya tergantung pada berita kejadian melainkan juga memiliki tanggung jawab untuk mengiringi orang melalui agenda-agenda yang bisa membuka pikiran mereka.
Namun meskipun media sudah mengangkat sebuah masalah sebagai agenda dan menjadi pembicaraan di kalangan masyarakat, namun kebijakan yang diambil pengambil keputusan terkadang tidaklah sejalan.
Kesimpulan
·         Media massa berperan penting terhadap kecemerlangan karier seseorang di bidang politik
·         Dapat dikatakan bahwa media massa merupakan tokoh sentral dalam aktivitas politik.
·         Beberapa teori-teori komunikasi berkaitan dengan aktivitas politik.
·         Media dengan kuat dapat mempengaruhi perspektif masyarakat sehingga para politisi sangat memanfaatkan media untuk menarik perhatian masyarakat.
·         Jadi, media dan politik sangat erat kaitannya.
Referensi
Cangara, hafied. 2009. Komunikasi Politik. Jakarta: Rajawali Pers