Nama :
Kiki Rizky Laila Winarto
Nim :
1001132364
Mata Kuliah :
Pemikiran Politik Timur
Kelas :
B
I. Pendahuluan
Shinto sudah seperti
tradisi bagi masyarakat jepang yang kemudian berkembang menjadi sebuah agama. Shinto
terdiri dari kata “Shin” yang berarti “roh” dan “To” yang merupakan “jalan”.
Jadi secara lafdziah memiliki arti “jalannya roh”.
Kemungkinan besar
shintoisme dipengaruhi oleh faham
keagamaan dari Tiongkok. Hal tersebut terlihat dari adanya istilah-istilah
dalam shintoisme yang berdekatan atau hampir sama dengan istilah-istilah dalam
taoisme seperti istilah “To” dalam shintoisme yang berdekatan dengan istilah
“Tao” dalam taoisme yang artinya adalah “jalannya dewa” atau “jalannya bumi dan
langit”.
Shintoisme ini
merupakan filsafat religius yang bersifat tradisional sebagai warisan nenek
moyang bangsa Jepang yang kemudian
dijadikan pegangan hidup hingga saat ini. Tidak hanya rakyat Jepang yang harus
menaati ajaran shintoisme ini melainkan juga pemerintahnya juga harus menjadi
pewaris serta pelaksana agama ajaran ini sehingga shintoisme ini telah
mempengaruhi bangasa Jepang dalam berbagai aspek seperti kehidupan sehari-hari
dengan negara, aspek politik dan aspek ekonomi.
II.
Isi
II.1.
Shintoisme dan Negara
Shinto muncul setelah
masuknya agama Buddha ke Jepang yaitu pada abad ke-6 masehi yang dimaksudkan
untuk menyebut kepercayaan asli bangsa Jepang.
Selama berabad-abad telah terjadi pencampuran yang sedemikian rupa
antara shintoisme dan agama budha sehingga shintoisme diselalu disibukkan oleh
usaha-usaha untuk mempertahankan kelangsungan eksistensinya.
Pada perkembangan
selanjutnya shintoisme dihadapkan pada persaingan dengan buddhisme yaitu antara
pendeta bangsa Jepang (shinto) dengan para pendeta agama Buddha sehingga demi
kelangsungan shintoisme maka dimasukkanlah unsur-unsur buddhisme ke dalam
sistem keagamaan mereka. Namun akibatnya shintoisme justru kehilangan
originalitasnya.
Pada tahun 1868 agama
shinto diplokamirkan sebagai agama negara. Pada saat itu agama shinto mempunyai
sepuluh sekte dan 21 juta pemeluk. Maka sejak saat itu pulalah dapat dikatakan
bahwa shintoisme merupakan ajaran yang mengandung politik religius bagi Jepang
sebab sejak itu taat kepada shintoisme berarti taat pula kepada kaisar dan
negara serta politik negara.
II.2.
Shintoisme dan Ekonomi
Jepang merupakan negara
yang cerdas dalam memadukan antara modern dengan tradisional secara harmonis.
Ini dapat dilihat dari sikap negara ini yang tidak hanya mengutamakan kemajuan
teknologi, namun juga mengutamakan keunikan budaya yang tak akan tenggelam di
tengah arus modernisasi.
Budaya Jepang dalam
banyak hal berlandaskan pada semangat Confuciansime dan Shintoisme yang menjadi
corak kehidupan sosial dan etos bisnis.
Setelah menelan
kekalahan dalam Perang Dunia II pada abad ke-20, Jepang mulai mengadopsi
teknologi barat dan menggenjot industry dalam negerinya. Sejak saat itu, Jepang
mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat dan menjadi salah satu negara
pengekspor paling sukses di dunia. Selian itu kini Jepang merupakan negara
industry yang terkemuka dengan iklim bisnis dan pasar terbuka yang ramah
investasi dan perdagangan asing.
Meskipun Jepang
mengalami proses modernisasi yang sangat cepat, namun itu tidak membuat kebudayaan
tradisionalnya memudar sebab pola pola budaya dan tradisinya masing sangat
kental mewarnai praktek dan hubungan bisnis.
II.3.
Konsep Shingaku
Shingaku adalah gerakan
yang didirikan oleh Ishida Baigan yaitu sejak tahun 1729 dengan menggantugkan papan
namanya kemudian melakukan ceramah umumnya yang pertama pada saat itu. Konsep
Shingaku mengutamakan kejujuran dalam berdagang.
Jepang merupakan
memiliki masyarakat yang paling efektif di seluruh dunia. Hal tersebut dilihat
dengan jelas bahwa negara Jepang memiliki birokrat yang sangat terlatih,
berdedikasi tinggi, dan efisien yang terwujud pada Kementerian Perdagangan
Internasional dan industri Jepang yang dapat dengan cermat mengatur ekonomi
sehingga tanggap terhadap perubahan pasar internasional.
Semua kelebihan yang
dimiliki oleh Jepang ini sangat berguna untuk memperluas pangsa pasar. Sebab,
tujuan utama masyarakat Jepang dalam perekonomian bukanlah semata-mata untuk
mencari keuntungan melainkan untuk mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas dan
hal ini akan membuat mereka puas.
III.
Simpulan
Berdasarkan penjelasan
diatas dapat disimpulkan bahwa Shintoisme memegang peran penting dalam negara
Jepang baik itu dalam aspek politik maupun dalam aspek perekonomian. Apalagi
shinto telah diplokamirkan sebagai agama negara. Bahkan ketaatan pada shintoisme,
diartikan juga sebagai ketaatan kepada
kaisar dan negara. Ini jelas membuktikan bahwa shintoism benar-benar
berpengaruh bagi negara.
Selain itu masyarakat
Jepang dalam aspek Ekonomi sangat mengutamakan kejujuran. Hal ini adalah
berdasarkan konsep Shingaku. Masyarakat Jepang ini melakukan kegiatan-kegiatan
ekonomi tidaklah mengutamakan keuntungan yang besar melainkan memperluas pangsa
pasar. Meluasnya pangsa pasar inilah yang dapat membuat mereka merasa puas.
Jadi keuntungan yang didapat bukanlah segalanya.
Referensi
Robert N.,
Bellah, 1992. Religi Tokugawa Akar-akar
Budaya Jepang. Jakarta: Karti Sarana dan PT. Gramedia Pustaka Utama
Noerhayati. 20
Agustus 2009. Agama Shinto (Sejarah dan
Ajarannya).
http://noerhayati.wordpress.com/20/08/09/24/agama-shinto-sejarah-dan-ajarannya/
(diakses pada 01 November 2011 pukul 19:35)
No comments:
Post a Comment